Etika
Profesi Apoteker
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi
kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani
hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Etika membantu manusia untuk
mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika
pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang
perlu kita lakukan dan yang perlu kita pahami bersama bahwa etika ini dapat
diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika
ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan
manusianya.
Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang,
atau segolongan orang saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan
kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan
nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai
untuk mengatur kehidupan bersama.
Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai
nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau
masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat
profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata
nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.
Kode Etik Profesi Apoteker
Bahwasanya seorang
Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan
keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang
Maha Esa. Apoteker di dalam pengabdiannya serta dalam mengamalkan keahliannya
selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker. Menyadari akan hal
tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan
moral yaitu :
BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati
dan mengamalkan Sumpah / Janji Apoteker.
Pasal 2
Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh
menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3
Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan
profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan
berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
Pasal 4
Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti
perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada
khususnya.
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya Seorang Apoteker harus
menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan
dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi
contoh yang baik bagi orang lain.
Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai
dengan profesinya.
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang
farmasi pada khususnya.
BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian
harus mengutamakan kepentingan masyarakat. menghormati hak azasi pasien dan
melindungi makhluk hidup insani.
BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Seorang Apoteker harus memperlakukan teman
Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan
saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan kode Etik.
Pasal 12
Seorang Apoteker harus mempergunakan
setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama
Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian,
serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan
tugasnya.
BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS KESEHATAN
LAIN
Pasal 13
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan
untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai,
menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan lain.
Pasal 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari
tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya
kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lain.
BAB V
PENUTUP
Pasal 15
Seorang Apoteker bersungguh-sungguh
menghayati dan mengamalkan kode etik Apoteker Indonesia dalam
menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari.
Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak
sengaja melanggar atau tidak mematuhi kode etik Apoteker Indonesia, maka dia
wajib mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi
profesi farmasi yang menanganinya (IAI) dan mempertanggungjawabkannya kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Pelanggaran dan Sanksi Etika Profesi Apoteker :
Dalam
melakukan tugas dan fungsinya, apoteker mengenal beberapa istilah pelanggaran
dalam melakukan kegiatannya.
Jenis
pelanggaran apoteker dapat dikategorikan dalam dua macam, berdasarkan berat dan
ringannya pelanggaran tersebut. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat apoteker
meliputi:
a. Terlibat dalam penyaluran atau penyimpangan obat palsu atau gelap. Peredaran gelap yang dimaksud adalah golongan obat dari Narkotika dan Psikotropika.
b. Menjual narkotika tanpa resep dokter. Ini adalah pelanggaran yang jarang terjadi. Para tenaga teknis farmasi di apotek, biasanya sudah mengetahui apa yang harus mereka perbuat, ketika mengahadapi resep dengan komposisi salah satunya obat narkotika.
c. Kerjasama dengan Pedagang Besar Farmasi (PBF) dalam menyalurkan obat kepada pihak yang tidak berhak dalam jumlah besar. Selain dari merusak pasar, kegaiatan seperti ini akan mengacaukan sistem peredaran obat baik di apotek, distrbutor, maupun pabrik. Akibat yang mungkin ditimbulkan adalah kesulitan konsumen untuk memilih obat mana yang baik dan benar karena banyaknya obat yang beredar.
Setiap
pelanggaran apoteker terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi,
baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang
diberikan menurut keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/ MENKES/ SK/ X/ 2002
dan Permenkes No. 922/ MENKES/ PER/ X/ 1993 adalah :
a. Peringatan secara tertulis kepada APA secara tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing – masing dua bulan.
b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama – lamanya enam bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan pencabutan SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Menteri Kesehatan RI di Jakarta.
c. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam keputusan Menteri Kesehatan RI dan Permenkes tersebut telah dipenuhi.
Sanksi
pidana berupa denda maupun hukuman penjara diberikan bila terdapat pelanggaran
terhadap :
a.
Undang- Undang Obat Keras (St. 1937 No. 541).
b.
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
c.
Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
d.
Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
Referensi
:
No comments:
Post a Comment